468x60 ads





SINETRON RELIGI MENDIDIK ATAU MENGGURUI ???

Ketika Cinta Bertasbih (series). Kupinang Kau dengan Bismillah. Islam KTP. Sampeyan Islam? dan lain-lain. Itulah sederet judul sinetron bergendre religi. Tentu suatu kebahagiaan bagi kita karena ternyata dunia sinetron tidak lagi berisi cinta-cintaan, tangisan, kekerasan, intimidasi dan hal-hal melankolis lainya. Sekarang sinetron mulai mempunyai variasi baru yakni sinetron yang bernuansa islami, pemainya semua memakai kerudung dan berkopyah ala pak ustadz dan ustadzah. Dan isinya tentang ceramah-ceramah pak ustadz yang sering muncul diacara-acara TV swasta.

Ya, seperti yang kita ketahui masyarakat Indonsia adalah termasuk masyarakat yang kecanduan acara televisi, mereka bahkan betah berjam- jam lamanya duduk menikmati tiap acara yang di datangkan oleh stasiun televisi swasta dan, rating tertinggi acara televisi adalah sinetron yang banyak di minati kaum ibu ibu, remaja bahkan bapak- bapak juga menggemari sinetron. Siapa yang tidak mengenal Amirah? Atau Surti dan pak Prabu? Hingga di pasar pun peralatan masak atau kerudung, baju dan lain lain di beri lebel nama nama yang ada di dalam sinetron, dan sejak laris manisnya buku islami di lanjutkan oleh bumingnya film religi membuat para produser melirik sinetron untuk di sulap menjadi ladang penghasilan yang menjanjikan yakni melalui sinetron religi. Kata mereka menyelam sambil minum air, berdakwah sambil mengumpulkan uang. Hheeeeemmm…

Tapi apakah sinetron religi yang mulai menjamur ini sudah sesuai dengan apa yang ada dengan ajaran islam? Sesuaikah dengan tujuanya yakni berdakwah? Ternyata sinetron yang kita harapkan mampu memberi pengajaran agama Islam dengan cara menghibur eh malah kadang-kadang begitu membosankan dan kadang “kurang kreatif”, guru-guru masuk sineton berceramah ria dengan melagukan ayat-ayat suci al-Qur`an muncul sebagai orang suci  yang —seakan— mampu menyelesaikan masalah. Kesan yang muncul pesan disampaikan secara verbal sehingga tidak mengena dan berkesan dihati penonton tetapi malah yang diingat adalah kisah cinta para pemainya. Model baju, kerudung, kopyah dan asesoris sang pemeran sinetron lah yang pada akhirnya menjadi tren dimasyarakat: kerudung Marsyanda, kopyah dan jubah Bang Madit, baju Bang Ali dll.

Namun ada juga sinetron yang menyampaikan pengajaran Islam secara tidak verbal seperti contohnya sinetron PPT (Para Pencari Tuhan) ketika Bang Jek diusir dari mushalah dan dirumah gubuk disebuah kebun, Bang Jek tetap menjalani harinya dengan penuh syukur dan tetap giat beribadah, atau ketika Asrul sarjana insinyur yang hidupnya selalu kekurangan tetapi tetap rajin beribadah dan tetap mau bekerja apapun asal halal demi menafkahi keluarganya. Tapi sayangnya keberadaan adegan sinetron semacam ini harus jadi minoritas, tenggelam oleh dominasi ceramah-ceramah.

Televisi adalah salah satu media yang mampu memberikan pembelajaran bagi orang yang menontonya bahkan televisi adalah kotak yang mendidik anak-anak kita melalui acara-acaranya, sehingga harapan kita ke depan sinetron tidak hanya ada unsur hiburan tapi tetap sesuai dengan ajaran Islam. Bukan menghalalkan segala cara, karena itu akan menghilangkan kata “religi” setelah kata “sinetron”. Memang semakin banyak batasan, tapi disanalah terletak big challenge: Bagaimana menghibur tapi sesuai dengan dengan syariat Islam.

Bukan tugas yang mudah, tetapi karya yang berbobot memang lahir dari kedalaman berpikir dan kerja cerdas.

0 komentar:

Posting Komentar